Saturday 24 September 2011

[liputan6] KEPENDETAAN [1 Attachment]

 
[Attachment(s) from Berita Hidup included below]

KEPENDETAAN

 

Kependetaan, adakah ini di Alkitab?

 

Suatu kali seorang ibu bertanya kepada anaknya yang masih 10 tahun: "Apa cita-citamu, nak?" Anak itu menjawab: "Menjadi pendeta." Lalu ada seorang ibu yang lain lagi menanyai anaknya dengan pertanyaan yang sama: "Apa cita-citamu, nak?" Anak itupun menjawab dengan semangatnya: "Menjadi dokter."

 

Bisakah anda menemukan di Alkitab, seorang nabi atau rasul yang memegang jabatannya berdasarkan cita-cita mereka? Sedangkan imam Lewi saja nggak ada yang bercita-cita menjadi imam. Mereka menjadi imam berdasarkan keturunan, bukan berdasarkan cita-cita mereka. Tahu-tahu, begitu dilahirkan mereka adalah imam, sekalipun masih berumur sehari. Sama seperti raja yang berdasarkan keturunan, begitu lahir dia adalah raja. Minimalnya calon raja, seandainya bapaknya masih menjabat sebagai raja, belum mati.

 

Baik, nabi, rasul, imam dan raja, jabatan itu mereka dapatkan berdasarkan kuasa TUHAN. Bukan kuasa diri kita sendiri. TUHAN-lah yang mengangkat dan memilih seseorang untuk menjadi ini dan itu. Berdasarkan ketetapan TUHAN-lah suku Lewi menerima jabatan imam secara turun-temurun.

 

Bagaimana dengan penginjil? Penginjil juga menerima jabatannya dari TUHAN berdasarkan perintah TUHAN yang tertulis di dalam Alkitab: "Beritakanlah Injil." Inilah pengurapan atau pemilihan TUHAN. Jadi, siapa saja yang melakukan pekerjaan memberitakan Injil berdasarkan ayat tersebut, tidak melewati lembaga buatan manusia, maka dia itulah pilihan TUHAN.

 

Jadi, ketika seseorang "ingin" menjadi penginjil, maka "keinginan" itu adalah merupakan "mendengar." Bahwa orang tersebut "mendengar" panggilan TUHAN, sebagaimana TUHAN seringkali berfirman: "Barangsiapa bertelinga, hendaklah ia mendengar." Penginjil ini tidak melewati lembaga manapun, tidak terikat dengan lembaga manapun, dan tidak menerima bayaran dari lembaga manapun – istilahnya: penginjil atau ministry independent, maka dia itu adalah pilihan TUHAN.

 

Tapi jika penginjil itu melalui pendaftaran ke suatu lembaga gereja, melalui pendidikan khusus, dipilih, diangkat dan digaji atau difasilitasi oleh lembaga resmi, maka dia adalah milik lembaga itu, bukan milik TUHAN. Dia itu sama seperti anjing yang dirantai oleh tuannya. Nggak bisa bergerak bebas dan nggak mungkin menyuarakan suara TUHAN, melainkan menjadi corongnya organisasi tersebut.

 

Kita kembali ke cerita ibu dan anak di atas;

Ketika anak itu sudah berusia 18 tahunan, lulus SMU, jika dia hendak melanjutkan cita-citanya menjadi pendeta, maka dia harus mencari sekolahan Theologi yang adanya di kota-kota tertentu saja. Dia harus ke Unai yang ada di Bandung, atau di Pematang Siantar, atau di Menado – Unklab. Di Semarang nggak ada, di Jakarta nggak ada, juga di Surabaya nggak ada. Lebih-lebih di desa atau di pegunungan. Jadi, mau nggak mau, untuk menjadi calon pendeta saja, dia harus merogoh sakunya untuk ongkos bus dan kapal laut. Belum menjadi pendeta, malah belum tentu diterima menjadi mahasiswa saja sudah harus keluarkan duit duluan. Dan konsepnya sama seperti judi, yaitu uang taruhan. Bayar ongkos bus atau kapal laut untuk sesuatu yang belum jelas keuntungannya. Betul, nggak?!

 

Baru langkah permulaan saja sudah bau duit. Maka pertanyaan saya: bagaimana saya bisa melayani TUHAN jika saya terkendala ongkos bus? Bandingkan dengan kerja seorang Ministry Independent; jika dia harus keluarkan duit untuk ongkos bus ke suatu kota, dia sudah langsung bekerja sebagai penginjil di kota itu. Begitu turun dari bus, dia sudah pergi menjumpai sasaran dan membicarakan Injil. Jadi disini duit itu bukan sebagai uang pertaruhan, sebagaimana calom mahasiswa kependetaan itu, tapi sudah merupakan biaya operasional kerja. Duit itu untuk kerja bukan untuk taruhan. Bener, nggak?!

 

Sekarang si anak muda 18 tahunan itu sudah sampai di gedung Unai yang megah di kota Bandung . Oleh petugas administrasi Unai, anak muda itu diminta membayar uang ini dan itu sebesar sekian puluh juta. Padahal bapaknya hanya tukang beca. Duit dari mana sebanyak itu? Apa nggak stress anak muda itu? – Nah, belum jadi pendeta sudah gendeng duluan. Iya, nggak?!

 

Dan kelihatannya perjalanan untuk menjadi pendeta itu masih jauh sekali. Dia harus melewati uang pendaftaran, uang kuliah semesteran, harus menghafalkan pelajaran, harus mengikuti ujian skripsi, harus membeli pakaian toga kesarjanaannya, harus diphoto, harus menunggu pengangkatan bertahun-tahun. Dan jika hanya kurang satu saja, misalnya: nggak diphoto saja, maka berantakanlah semuanya, kayak mobil yang rodanya kurang satu. Atau, bagaimana jika misalnya jubah kesarjanaannya keliru warna, ketika mestinya hitam keliru putih, apa ya masih diakui kesarjanaannya?

 

Maka sayapun geli bertanya dalam hati; nabi atau rasul siapakah yang perjalanannya mirip dengan pendeta itu? Harus punya duit, harus pinter, harus punya jubah hitam, harus diphoto, harus mesem ketika diphoto – nggak boleh merengut, harus membeli Jas dan Dasi, harus bersepatu – padahal YESUS cuma berkasut, Sandal Jepit merk Swallow pula. Nah, adakah persyaratan-persyaratan demikian itu terdapat dalam Alkitab? Jika tidak ada di Alkitab, lalu siapakah yang membuat aturan-aturan demikian itu?

 

Jadi, dari manakah asal-usulnya atau datangnya pendeta itu? Pendeta itu dilahirkan oleh ijasah SMU, oleh ongkos bus ke Bandung, oleh uang gedung, oleh uang kuliah, oleh kepintarannya, oleh ijasah kesarjanaannya, oleh pakaian kesarjanaannya dan oleh keputusan organisasi. Tanpa itu semua takkan menjadi pendeta, sama seperti Roti Kukus yang nggak pakai Telor, ya nggak jadi Roti Kukus.

 

Bandingkan dengan syarat yang TUHAN tetapkan untuk seorang penginjil: "Barangsiapa bertelinga, baiklah ia mendengar." Modalnya cuma telinga doank. Nggak pakai duit sama sekali, ' kan ?!

 

>> Matius  10:8          Sembuhkanlah orang sakit; bangkitkanlah orang mati;

                                    tahirkanlah orang kusta; usirlah setan-setan. Kamu telah

                                    memperolehnya dengan cuma-cuma, karena itu berikanlah pula

                                    dengan cuma-cuma.

 

Jadi, atas dasar apakah sekolah kependetaan itu membayar? Wong kita ini ingin melayani TUHAN, ingin menjadi hamba TUHAN, mengapa mesti dikenai pembayaran? Ingin mendapatkan pengetahuan tentang Alkitab koq harus membayar, ya?! Logikanya dari mana itu?! Bukankah namanya pelayan itu semestinyalah kita ini menerima bayaran, koq malah disuruh membayar duluan?! Bukankah keinginan kita mengetahui Alkitab sama seperti keinginan orang mendengarkan tentang Injil? Masak kita menarik bayaran ketika memberitakan Injil?

 

Setelah kita tahu bahwa pendeta itu adalah keilmuan, bukan pengurapan ROH KUDUS, bagaimana pendeta itu memimpin orang-orang Kristen yang dipimpin oleh ROH KUDUS? Bagaimana anak-anak ALLAH dipimpin dan dikuasai oleh keilmuan duniawi? Anda bingung dengan perkataan saya ini?

 

Ketika kita dibaptis dalam nama BAPA, ANAK dan ROH KUDUS, milik siapakah kita ini? Bukankah dari dunia diserahkan ke dalam tangan BAPA, ANAK dan ROH KUDUS, sehingga kita ini disebut sebagai anak-anak ALLAH?! Dan jika kita ini anak-anak ALLAH, bukankah kita ini menyusu[minum susunya] dari ROH KUDUS? Kita ini tanggungannya ROH KUDUS. ROH KUDUS-lah yang bertanggungjawab atas pertumbuhan kita. Bagaimana kita yang sudah dari ROH KUDUS harus kembali ke dunia lagi oleh pengajaran pendeta yang kita tahu berasal dari dunia?

 

>> 1Yohanes  2:27     Sebab di dalam diri kamu tetap ada pengurapan yang telah

                                    kamu terima dari pada-Nya. Karena itu tidak perlu kamu diajar

                                    oleh orang lain. Tetapi sebagaimana pengurapan-Nya mengajar

                                    kamu tentang segala sesuatu--dan pengajaran-Nya itu benar,

                                    tidak dusta--dan sebagaimana Ia dahulu telah mengajar kamu,

                                    demikianlah hendaknya kamu tetap tinggal di dalam Dia.

 

>> 1Yohanes  4:4       Kamu berasal dari Allah, anak-anakku, dan kamu telah

                                    mengalahkan nabi-nabi palsu itu; sebab Roh yang ada di dalam

                                    kamu, lebih besar dari pada roh yang ada di dalam dunia.

 

>> Matius 23:8           Tetapi kamu, janganlah kamu disebut Rabi; karena hanya satu

                                    Rabimu dan kamu semua adalah saudara.

                  23:9           Dan janganlah kamu menyebut siapapun bapa di bumi ini,

                                     karena hanya satu Bapamu, yaitu Dia yang di sorga.

                  23:10         Janganlah pula kamu disebut pemimpin, karena hanya satu

                                        Pemimpinmu, yaitu Mesias.

 

Nah, kalau kita sudah dipimpin oleh YESUS, melalui ROH KUDUS, masihkah kita dipimpin oleh pendeta lagi? Apakah bukan konsep yang error ini?! Jika suatu misal ROH KUDUS berbicara melalui salah satu jemaat, tidak melalui pendeta, ROH KUDUS itu berkata: "A", haruskah perkataan itu diveto oleh pendeta karena pendeta itu tidak menyetujuinya? Contoh nyatanya adalah saya, "misalnya" atas bisikan ROH KUDUS saya berkata: "Babi halal", haruskah pernyataan ini digugurkan oleh kuasa pendeta yang tidak menyetujuinya?!  Jika pemimpin kita pendeta, maka perkataan sebenar apapun harus ditolak jika ditolak oleh pendeta itu. Dengan demikian posisi pendeta itu tidak lain adalah tuhan, sebab dialah yang lebih kita turuti. Karunia-karunia jemaat menjadi mati.

 

>>  Kisah 5:28            katanya: "Dengan keras kami melarang kamu mengajar dalam

                                    Nama itu. Namun ternyata, kamu telah memenuhi Yerusalem

                                    dengan ajaranmu dan kamu hendak menanggungkan darah

                                    Orang itu kepada kami."

                 5:29            Tetapi Petrus dan rasul-rasul itu menjawab, katanya: "Kita

                                    harus lebih taat kepada Allah dari pada kepada manusia.

 

Maka pertanyaan kita; bukankah kependetaan ini sudah sepertujuan ALLAH? Benar. Saya setuju sekali itu. Kita membutuhkan pendeta sama seperti kita membutuhkan pemerintah duniawi. Tapi bukan untuk membunuh karunia-karunia ROH KUDUS tentunya. Seharusnya mereka tidak membunuh karunia-karunia dalam jemaat. Mereka harus mengerti batas-batas kewenangan mereka dan harus tetap memberikan diri mereka dipimpin oleh ROH KUDUS. Jangan seperti Farisi-farisi di zaman YESUS yang menutup diri bagi kehadiran YESUS KRISTUS oleh sebab YESUS dilahirkan dari orang biasa, bukan dari kalangan mereka, bukan dari kalangan imam. Jadi, jika mereka sudah membunuh kekuatan ALLAH yang bekerja melalui jemaatNYA, maka terbentanglah pilihan bagi kita untuk lebih taat kepada siapa?

 

 

__._,_.___

Attachment(s) from Berita Hidup

1 of 1 File(s)

Recent Activity:
MARKETPLACE

Stay on top of your group activity without leaving the page you're on - Get the Yahoo! Toolbar now.

.

__,_._,___