Tuesday, 9 March 2010

Jangan Biarkan Anak Mencari Perhatian di Facebook

Siapa tak kenal Facebook? Situs jejaring sosial tersebut telah menarik minat 1.333.649 user di Indonesia pada 2009, sehingga menjadikan Indonesia sebagai negara pengguna Facebook nomor satu di Asia Tenggara, dan nomor tujuh di dunia. Pesona Facebook yang menyediakan sederet fitur yang memungkinkan penggunanya berinteraksi langsung seperti chatting, tagging foto, blogging, dan bermain games itu, mampu menarik rasa penasaran orangtua, remaja, hingga anak-anak.

Sari, misalnya. Gadis kecil, yang masih duduk di kelas VI SD ini, selalu menyempatkan diri membuka aplikasi Facebook melalui ponsel kakaknya. Sebelum berangkat sekolah, Sari tak mau ketinggalan meng-update status di Facebook.

Jika tak ada ponsel beraplikasi Facebook, atau komputer berakses internet di rumah, anak-anak seperti Sari selalu menyempatkan diri mengunjungi warung internet sepulang sekolah. Begitu pula Aida (10). Karena tak punya akses internet di rumahnya, hampir setiap hari Aida pergi ke warnet untuk melihat notifikasi pada Facebook-nya.

"Atau main Farmville. Abis makan, minta duit, main," ujar Aida yang ditemui Kompas.com pada Jumat (19/2/2010).

Boleh dibilang hampir setiap hari Sari dan kawan-kawannya berusaha terus terakses dengan situs pertemanan dunia maya tersebut. Jika demikian kondisinya, apa pengaruhnya pada kehidupan sosial anak?

Psikolog anak Universitas Indonesia, Mayke S. Tedjasaputra, saat dihubungi Kompas.com hari Kamis (18/2/2010) berpendapat, penggunaan Facebook oleh anak usia dini seperti usia sekolah dasar dapat memperkenalkan perilaku negatif tertentu kepada anak. Hal tersebut dikarenakan, menurut Mayke, dengan Facebook anak dapat melacak kemana pun, mengenal siapa pun yang tidak pernah mereka lihat rupanya atau ekspresinya. Sehingga, anak-anak mudah ditipu melalui Facebook.

"Mereka bisa berkenalan dengan seseorang yang memanfaatkan mereka, mengajarkan hal-hal yang mengagumkan sampai anak-anak terkesima, mengajarkan perilaku tertentu, hingga yang negatif, seperti ajakan berhubungan intim," katanya.

Apalagi sebagai anak, kata Mayke, Sari atau Aida belum dapat memilah kepada siapa harus berteman di Facebook, dan kepada siapa tidak harus berteman. "Semua kembali kepada komunikasi orangtua dan anak. Keluarga adalah perisai utama di rumah. Lingkungan bisa memberi pengaruh apa saja pada anak," paparnya.

Dikatakan Mayke, orangtua memang tidak dapat mencegah penggunaan Facebook oleh anak. Namun, lanjutnya, orangtua dapat memberikan perhatian lebih kepada anak-anaknya agar sang anak tidak mencari perhatian orang lain di dunia maya.

"Kalau orangtua tidak memberi perhatian kepada anaknya, anak bisa mencari perhatian dari dunia luar. Bisa saja terjadi seperti NT (Nova, remaja yang diduga lari dengan teman Facebook-nya) yang berkenalan dengan teman Facebook," imbuh Mayke.

Perhatian pada anak, serta komunikasi yang terlain lancar antara orangtua dan anak, dapat menjadi perisai utama menghadang terpaan dampak negatif Facebook pada anak.

sumber : inilah.com