Friday 14 October 2011

Konservasi lahan Basah

Lahan basah atau wetland ( Ingg. ) adalah wilayah-wilayah di mana tanahnya jenuh dengan air , baik bersifat permanen (menetap) atau musiman. Wilayah-wilayah itu sebagian atau seluruhnya terkadang tergenangi oleh lapisan air yang dangkal. Digolongkan ke dalam lahan basah ini, di antaranya, adalah rawa-rawa (termasuk rawa bakau ), rawa , dan gambut . Air yang menggenangi lahan basah dapat tergolong ke dalam air tawar , payau atau asin .
Lahan basah merupakan wilayah yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi dibandingkan dengan kebanyakan ekosistem [1] . Pada lahan basah tumbuh berbagai macam tipe vegetasi (masyarakat tetumbuhan), seperti hutan rawa air tawar , hutan rawa gambut , hutan bakau , rawa rumput dan lain-lain. Margasatwa penghuni lahan basah juga tidak kalah beragamnya, mulai dari yang khas lahan basah seperti buaya , kura-kura , biawak , ular , aneka jenis kodok , dan berbagai macam ikan ; sampai ke ratusan jenis burung dan mamalia , termasuk pula harimau dan gajah .
Pada sisi yang lain, banyak daerah lahan basah yang merupakan lahan yang subur, sehingga sering dibuka, dikeringkan dan di konversi menjadi lahan-lahan pertanian . Baik sebagai lahan persawahan , lokasi pertambakan , maupun - di Indonesia - sebagai wilayah transmigrasi .
Mengingat nilainya yang tinggi itu, di banyak negara lahan-lahan basah ini diawasi dengan ketat penggunaannya serta dimasukkan ke dalam program-program konservasi dan rencana pelestarian keanekaragaman hayati semisal biodiversity Action Plan .