Sunday 25 December 2011

KESEHATAN SEKS: PENGALAMAN PEMERIKSAAN GEJALA TRANSMISI SEKSUAL

Mau periksa organ seksual? Segan? Malu? Hmmmm………Saya merasakan hal ini ketika memutuskan untuk memeriksakan gejala-gejala transmisi seksual saya. Saya pernah mendengar hal-hal yang tidak menyenangkan dari teman-teman wanita tentang hal tersebut–pegawai klinik yang tidak bersahabat, pengujian “pelvic” yang tidak nyaman dan sederet daftar yang tidak menyenangkan lainnya! Saya terintimidasi. Meskipun demikian, saya dan pacar saya memutuskan bahwa kami berdua harus memeriksakannya sebelum hubungan kami menjadi lebih serius. Pertama, saya menghubungi beberapa klinik kesehatan keluarga berencana terdekat, namun semuanya sibuk. Sebenarnya saya tidak ingin menunggu sampai hampir sebulan untuk membuat janji dengan salah satu dari mereka agar rencana saya dapat berjalan. Lalu, saya memutuskan untuk menghubungi klinik kesehatan remaja lokal dan dapat membuat janji untuk minggu depan. Karena saya tidak ingin memberitahukan kedua orang tua saya mengenai hal, maka saya meminta kepada dokter untuk merahasiakannya. Jawaban-Jawaban Yang Jujur Ketika hari-H pemeriksaan tiba, saya merasa was-was. Sepertinya butuh kekuatan dan kemandirian tersendiri untuk pergi ke klinik seperti ini. Ketika tiba, saya diberi formulir data untuk diisi. Tak ada yang luar biasa dalam formulir tersebut–beberapa mengenai kerahasiaan wanita, yakni informasi mengenai sejarah kesehatan seksual saya. Ini hanya membutuhkan waktu lima menit. Disinalah pengalaman saya dimulai: Seorang perawat mempersilahkan saya masuk ke ruang pemeriksaan dan menanyakan beberapa pertanyaan berdasarkan jawaban-jawaban saya pada formulir tadi. Pertanyaannya berkisar dari kesehatan secara umum dan kesehatan seksual saya sampai pil pencegah kehamilan yang saya gunakan. Misalnya, dia menanyakan, “apakah jadwal menstruasi anda tidak teratur?’, “apakah anda merokok?” dan “kalau anda sudah melakukan hubungan seks, dengan berapa banyak pasangan anda melakukannya?” Meski sebaiknya tidak berbicara tentang seks kepada orang lain, namum penting untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan jujur. A Pap-apa? Setelah itu, si perawat meninggalkan ruangan untuk membiarkan saya melepaskan pakaian dan menggantinya dengan gaun. Melihat model meja pemeriksaan, saya menjadi ragu. ”Apakah saya akan membuka lebar-lebar kaki saya? Apakah dia akan melihat semuanya? Bagaimana jika saya memiliki vagina paling aneh yang pernah dia lihat? Baiklah, mungkin keadaannya tidak akan seperti itu”, saya berkata pada diri sendiri sembari dia kembali ke ruangan itu. Pertama, dia memeriksa buah dada saya. Jika anda sudah pernah memeriksa buah dada anda sendiri, anda pastinya akan tahu keadannya. Dia menekan di berbagai tempat pada buah dada saya, memeriksa segala keanehan, seperti benjolan-benjolan, bercak-bercak di kulit, atau keanehan pada puting. Hal ini memakan waktu satu menit, dan tidak menakutkan seperti yang saya bayangkan sebelumnya.
Lalu tibalah pemeriksaan pada pelvic. Sebelum dia melakukan apa-apa, dia memeriksa bentuknya (maaf!). “Ini speculum”, jelasnya, dan dia akan membukanya, pelan-pelan, sehingga dia dapat melihat kedalam vagina saya dan melakukan “Pap Smear”. “Pap apa?” tanyaku. “Pap Smear” adalah penyemprotan pada rahim (pembukaan pada bagian belakang vagina) dan memeriksa semua yang tidak normal. Misalnya, memeriksa HPV, dan STD yang, jika anda punya beberapa tipe gejala tertentu, dapat meningkatkan resiko terkena kanker rahim. Pada saat yang sama, hal lain akan dilakukan untuk mengetes chlamydia dan gonorrhea. Sebelum memasukkan “speculum itu” si perawat memeriksa bagian luar vagina saya, memastikan tidak ada luka atau benjolan-benjolan. Kemudian ia memasukkan “speculum itu” dan saya pikir hal ini akan menyakitkan. Tapi ternyata tidak! Rasanya seperti ketika memakai pembalut wanita. Kenyataannya, semua prosedur ini berlangsung kurang dari dua menit. Ya, Dua menit! Akhirnya, dengan menggunakan sarung tangan si perawat memasukkan dua jarinya kedalam vagina saya, dan dengan tangan lainnya dia menekan bagian luar perut saya, sambil menanyaiku apakah ada yang terasa sakit. Pastinya sih, tidak sakit. Hanya terasa “aneh” saja. Ketika sudah selesai, saya merasa malu karena sebelumnya mengkhawatirkan pemeriksaan ini. Ternyata, saya merasa nyaman. Saya sudah melakukannya–dan sangat sederhana, mudah, dan tanpa rasa sakit. Saya menantang semua cewek (dan juga cowok) untuk melakukan pemeriksaan STD. Ini demi kesehatan seksualmu, lho! Jika kamu sudah melakukan hubungan seks, pemeriksaan dan pengujian kesehatan seksual adalah penting untuk meyakinkan semuanya baik-baik saja “di bawah disana”. Malu sendirian? Ajak pasangan atau temanmu untuk menemanimu. Kita sedang berbicara tentang kesehatan kita, jadi tak perlu malu. Siap untuk pengalaman STD-mu? Jika kamu mengalami oral, vaginal, atau anal sex, yang tidak aman, anda mungkin beresiko STD (Sexually Transmitted Deseases/Gejala Transmisi seksual). Anda atau pasangan anda bahkan mungkin tidak tahu bahwa kalian memiliki gejala transmisi seksual. Tapi jangan khawatir –lakukan saja kontrol terhadap kesehatan kamu! Dan pergilah ke klinik di dekat anda. (Artikel ini tidak bertujuan untuk menampilkan sisi pornografi, tapi untuk kesehatan seksual!)