Saturday, 13 November 2010

Tak Ada Sejarah, 'Wedhus Gembel' Sampai Yogya

Lebih tiga pekan pasca erupsi pertama, Selasa 26 Oktober 2010, Gunung Merapi belum menunjukkan tanda-tanda bakal tenang. Ia terus memuntahkan awan panas 'wedhus gembel' dan lahar dingin ke sungai-sungai yang berhulu di puncaknya.

Staf Khusus Presiden Bidang Penanggulangan Bencana, Andi Arief dalam akun Twitternya, mengutip pendapat ahli vulkanologi, Ratdomopurbo, tentang situasi terakhir Merapi.

Sebagai gunung paling aktif di Indonesia, letusan Merapi berulang kali. Interval waktu antar letusan berkisar 1-6 tahun. Pada berupa letusan kecil, hanya menghancurkan kubah lava yang ada di puncak dan membentuk awan-panas ke salah satu atau dua hulu sungai.

Perkecualian, letusan yang terjadi pada tahun 1822, 1872 dan 1930, dan 1961 -- itu belum termasuk letusan lain yang tak tercatat dalam sejarah.

"Kalau kita cermati, proses awal dari letusan 2010 ini mirip seperti letusan 1822 dan 1872 yaitu tidak dimulai dengan muncul nya kubah lava," kata Andi Arief, Sabtu 13 November 2010.

Kemiripan letusan tahun ini dengan 1822 dan 1872 adalah timbulnya gemuruh sangat keras dan getaran yang dirasakan penduduk. Juga sama-sama eksplosif. "Tiga letusan besar tersebut masuk dalam kategori letusan Type-D," tambah Andi Arief.

Saat ini intensitas Merapi memang sedang menurun, namun masih tetap ada letupan-letupan yang tidak terlalu besar. Ini terjadi karena setelah letusan, magma yang ada di dalam naik ke permukaan dan membentuk kubah lava, dan kubah lava tersebut yang diletuskan dan membentuk kolom letusan.

Masyarakat diimbau tidak terlalu khawatir dengan kondisi Merapi. Berdasarkan pengalaman 1822 dan 1872, "Dalam sejarah geologi, minimal sejak 3.000 tahun yang lalu, tidak ada awan panas yang sampai melanda kota Yogyakarta."


****

Sementara, berdasarkan pantauan Merapi hari ini, secara visual asap Merapi terjadi sepanjang waktu dengan ketinggian maksimal 1.200 meter berwarna putih kecoklatan dengan intensitas pekat.

"Tampak api diam dari CCTV Deles pada pukul 01.16 WIB," kata petugas pemantau, Yuli Rahmatullah, Sabtu pagi.

Juga tampak lahar dingin mengalir dari Merapi ke 12 kali atau sungai yang berhulu di puncaknya. "Tampak lahar berwarna cokelat keruh membawa material sedimen, tanpa membawa material bolder, maupun kayu atau pohon di Jembatan Pogung Lor. Aliran air setinggi 2 meter," kata Yuli.

Berdasarkan pemantauan instrumental dan visual hingga pukul 07.00 WIB, menunjukkan aktifitas Merapi masih tinggi. Sementara, berdasarkan pantauan seismograf Jumat petang, awan panas mulai muncul dari puncak Merapi 17. 38 sampai 18.40 WIB.

"Status masih awas level 4," tambah Yuli.

Laporan: Erick Tanjung| Yogyakarta • VIVAnews