Para dokter maupun pakar neurolog sudah kehabisan akal untuk memecahkan penyakit misterius yang dialami gadis 19 tahun asal New York. Gadis yang dikenal sebagai sosok pintar dan berprestasi itu tiba-tiba mengalami kemunduran otak, sering berhalusinasi, tertawa dan menangis tanpa sebab dan tampak seperti orang idiot.
Lima neurolog, seorang ahli patologi dan tiga psikiater mengaku kesulitan mendeteksi penyakit gadis yang sudah meninggalkan bangku kuliahnya selama setahun tersebut. Keganjilan dimulai pada tahun 2007 ketika sang gadis berusia 16 tahun. Dalam sebuah acara pesta dansa, tiba-tiba ia terdiam dan tidak merespons apapun, seperti membeku di tempat.
Entah apa yang terjadi, tapi sejak itu ia mengalami kemunduran otak, menjadi tidak responsif, kesulitan membaca dan wajahnya menjadi turun layaknya orang idiot. Terkadang teman-temannya memergokinya tengah menarik tisu toilet terus menerus dan menangis sendirian disana. Sang gadis pun dianggap memiliki gangguan jiwa dan mulai diolok-olok oleh teman-temannya.
Atas saran psikolog sekolahnya, si gadis akhirnya dibawa ke dokter neurolog. Namun bukannya titik terang yang didapat, dokter justru menyarankan agar si gadis dibawa ke tempat perlindungan anak karena setelah dilakukan semua jenis tes, tidak diketahui jenis penyakit yang dideritanya apa. Bahkan dokter menganggap si gadis hanya berpura-pura saja.
Sang ibu yang sama bingungnya dengan dokter akhirnya memutuskan untuk mencoba merawatnya di rumah dengan harapan penyakitnya bisa segera sembuh. Tapi semakin hari, perilakunya semakin aneh. "Ia mulai tertawa sendirian dan berhalusinasi yang aneh-aneh," kata sang ibu seperti dikutip Forbes, Sabtu (16/1/2010).
Beberapa dokter dan psikiater mendiagnosa gejala itu sebagai penyakit schizoprenia dan memberinya obat-obatan antipsychotic. Tapi obat itu tidak juga mempan mengurangi keanehan pada diri si gadis. Ada juga yang menduganya terkena penyakit epilepsi dan lainnya. Psikiater dan dokter pun menjadi saling adu argumen tentang apakah ini termasuk penyakit mental atau penyakit saraf.
Meski sudah dilakukan tes MRI dan electroencephalogram (EEG), namun semua hasilnya menunjukkan aktivitas otak yang normal, tidak ada temuan ganjil pada otaknya. Kasus penyakit misterius ini akhirnya menarik perhatian Dr Souhel Najjar dari NYU's Langone Medical Center. "Pertama kali saya melihatnya, saya sangat yakin ia tidak hanya terkena penyakit psikiatrik tapi juga penyakit saraf," kata Dr Najjar.
"Salah satu alasannya adalah penurunan yang dramatis dari seorang gadis pintar dan berprestasi menjadi gadis yang terlihat idiot," tambahnya. Najjar menduga, ada peradangan di otak yang tidak terdeteksi oleh alat magnetic resonance imaging (MRI). Najjar juga menemukan adanya beberapa antibodi yang aneh pada tubuhnya.
"Perkiraan saya adalah, gadis ini punya penyakit autoimun yang langka, dimana sistem imun tubuh justru menyerang bagian tubuh yang sehat," jelas Najjar. Ramalan dan prediksi Dr Najjar ternyata memang benar. Sebuah tes antibodi dilakukan, dan hasilnya menunjukkan antibodi yang dihasilkan tubuh si gadis diketahui menyerang enzim glutamic acid decarboxylase (GAD).
Enzim GAD adalah enzim yang mengontrol produksi zat kimia yang disebut gamma-aminobutyric acid (GABA), yakni suatu zat yang memungkinkan otak melakukan komunikasi dan berpikir. Ketika sistem imun tubuh menyerang enzim GAD maka produksi zat GABA menjadi terhambat. Ketidakseimbangan ini akan menyebabkan gejala kejiwaan yang tidak biasa dan penurunan kemampuan kognitif otak.
Biopsi otak pun dilakukan untuk melengkapi dan meyakinkan diagnosa Dr Najjar. Dan hasilnya sungguh mengejutkan, pada otak si gadis ditemukan sel-sel saraf yang sudah mati yang ternyata berasal dari peradangan. "Itu artinya, antibodinya sudah menyerang otaknya selama bertahun-tahun dan terakumulasi hingga akhirnya otak sudah tidak kuat lagi," jelas Najjar.
Untuk menekan peradangan agar tidak bertambah parah, Najjar menyuntikkan corticosteroid pada otak si gadis. Zat immunoglobulin pun dimasukkan lewat pembuluh darahnya untuk menambah antbodi 'baik' guna melawan antibodi 'jahat'. Kini, sang gadis mulai menunjukkan perkembangan. "Ia lebih banyak berbicara dan sedikit berhalusinasi. Dokter juga bilang ia bisa meneruskan sekolahnya," kata sang ibu.
GAD autoimun termasuk penyakit misterius yang mempengaruhi sedikit orang dari seluruh populasi dunia yang ada. Beberapa anak diabetes pun diketahui punya antibodi yang berhubungan langsung dengan GAD di sel-sel pankreasnya. Kasus GAD yang dialami gadis tersebut adalah yang pertama kalinya terjadi di New York.
(fah/ir-detik)
Lima neurolog, seorang ahli patologi dan tiga psikiater mengaku kesulitan mendeteksi penyakit gadis yang sudah meninggalkan bangku kuliahnya selama setahun tersebut. Keganjilan dimulai pada tahun 2007 ketika sang gadis berusia 16 tahun. Dalam sebuah acara pesta dansa, tiba-tiba ia terdiam dan tidak merespons apapun, seperti membeku di tempat.
Entah apa yang terjadi, tapi sejak itu ia mengalami kemunduran otak, menjadi tidak responsif, kesulitan membaca dan wajahnya menjadi turun layaknya orang idiot. Terkadang teman-temannya memergokinya tengah menarik tisu toilet terus menerus dan menangis sendirian disana. Sang gadis pun dianggap memiliki gangguan jiwa dan mulai diolok-olok oleh teman-temannya.
Atas saran psikolog sekolahnya, si gadis akhirnya dibawa ke dokter neurolog. Namun bukannya titik terang yang didapat, dokter justru menyarankan agar si gadis dibawa ke tempat perlindungan anak karena setelah dilakukan semua jenis tes, tidak diketahui jenis penyakit yang dideritanya apa. Bahkan dokter menganggap si gadis hanya berpura-pura saja.
Sang ibu yang sama bingungnya dengan dokter akhirnya memutuskan untuk mencoba merawatnya di rumah dengan harapan penyakitnya bisa segera sembuh. Tapi semakin hari, perilakunya semakin aneh. "Ia mulai tertawa sendirian dan berhalusinasi yang aneh-aneh," kata sang ibu seperti dikutip Forbes, Sabtu (16/1/2010).
Beberapa dokter dan psikiater mendiagnosa gejala itu sebagai penyakit schizoprenia dan memberinya obat-obatan antipsychotic. Tapi obat itu tidak juga mempan mengurangi keanehan pada diri si gadis. Ada juga yang menduganya terkena penyakit epilepsi dan lainnya. Psikiater dan dokter pun menjadi saling adu argumen tentang apakah ini termasuk penyakit mental atau penyakit saraf.
Meski sudah dilakukan tes MRI dan electroencephalogram (EEG), namun semua hasilnya menunjukkan aktivitas otak yang normal, tidak ada temuan ganjil pada otaknya. Kasus penyakit misterius ini akhirnya menarik perhatian Dr Souhel Najjar dari NYU's Langone Medical Center. "Pertama kali saya melihatnya, saya sangat yakin ia tidak hanya terkena penyakit psikiatrik tapi juga penyakit saraf," kata Dr Najjar.
"Salah satu alasannya adalah penurunan yang dramatis dari seorang gadis pintar dan berprestasi menjadi gadis yang terlihat idiot," tambahnya. Najjar menduga, ada peradangan di otak yang tidak terdeteksi oleh alat magnetic resonance imaging (MRI). Najjar juga menemukan adanya beberapa antibodi yang aneh pada tubuhnya.
"Perkiraan saya adalah, gadis ini punya penyakit autoimun yang langka, dimana sistem imun tubuh justru menyerang bagian tubuh yang sehat," jelas Najjar. Ramalan dan prediksi Dr Najjar ternyata memang benar. Sebuah tes antibodi dilakukan, dan hasilnya menunjukkan antibodi yang dihasilkan tubuh si gadis diketahui menyerang enzim glutamic acid decarboxylase (GAD).
Enzim GAD adalah enzim yang mengontrol produksi zat kimia yang disebut gamma-aminobutyric acid (GABA), yakni suatu zat yang memungkinkan otak melakukan komunikasi dan berpikir. Ketika sistem imun tubuh menyerang enzim GAD maka produksi zat GABA menjadi terhambat. Ketidakseimbangan ini akan menyebabkan gejala kejiwaan yang tidak biasa dan penurunan kemampuan kognitif otak.
Biopsi otak pun dilakukan untuk melengkapi dan meyakinkan diagnosa Dr Najjar. Dan hasilnya sungguh mengejutkan, pada otak si gadis ditemukan sel-sel saraf yang sudah mati yang ternyata berasal dari peradangan. "Itu artinya, antibodinya sudah menyerang otaknya selama bertahun-tahun dan terakumulasi hingga akhirnya otak sudah tidak kuat lagi," jelas Najjar.
Untuk menekan peradangan agar tidak bertambah parah, Najjar menyuntikkan corticosteroid pada otak si gadis. Zat immunoglobulin pun dimasukkan lewat pembuluh darahnya untuk menambah antbodi 'baik' guna melawan antibodi 'jahat'. Kini, sang gadis mulai menunjukkan perkembangan. "Ia lebih banyak berbicara dan sedikit berhalusinasi. Dokter juga bilang ia bisa meneruskan sekolahnya," kata sang ibu.
GAD autoimun termasuk penyakit misterius yang mempengaruhi sedikit orang dari seluruh populasi dunia yang ada. Beberapa anak diabetes pun diketahui punya antibodi yang berhubungan langsung dengan GAD di sel-sel pankreasnya. Kasus GAD yang dialami gadis tersebut adalah yang pertama kalinya terjadi di New York.
(fah/ir-detik)