Wajarkah jika seorang pria berpikir tentang seks setiap 20 menit sekali? Ternyata menurut para psikiater tidak. Meski seks sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari, khususnya pria, tapi gejala seperti itu adalah penyakit dan perlu diobati.
Psikiater juga menyebut wanita yang sering marah-marah saat menstruasi punya penyakit pre-menstrual dysphoric. Namun para psikiater itu dikritik karena mendefinisikan kebiasaan sehari-hari sebagai sebuah penyakit.
Dalam edisi terbaru panduan psikiatrik yang berjudul 'the fifth Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders' atau DSM 5, para psikiater menggolongkan beberapa kebiasaan sehari-hari sebuah penyakit. Padahal kebiasaan-kebiasaan itu menurut dokter adalah hal yang wajar dalam kehidupan sehari-hari.
Buku panduan yang dikeluarkan oleh American Psychiatric Association itu telah dirancang sejak tahun 1994 namun kini menimbulkan kontroversi karena mengategorikan beberapa kebiasaan yang sebenarnya lumrah menjadi sebuah penyakit.
Selain berpikir seks 20 menit sekali yang dianggap sebagai sebuah penyakit, para psikiater juga menggolongkan beberapa kebiasaan lainnya sebagai sebuah penyakit seperti penyakit kecanduan judi, internet dan lainnya.
Namun kini Peter Tyrer, profesor psikiatrik dari Imperial College London tengah merevisi panduan tersebut. "Jika seorang pria yang tidak bisa berhenti memikirkan seks dikategorikan pecandu seks, maka akan banyak sekali pria yang menderita penyakit itu," kata Tyrer seperti dilansir Independent, Jumat (12/2/1010).
Panduan DSM 5 yang kini tengah disusun revisinya sebenarnya merupakan hasil pemikiran ratusan pakar selama lebih dari satu dekade (10 tahun). Tapi karena menimbulkan kontroversi, maka pakar psikiatrik terpaksa merombaknya.
"Kali ini mereka berjanji hanya memasukkan penyakit berdasarkan fungsi biologisnya. Ruang lingkup penyakit akan diperkecil dan beberapa kondisi tidak akan dikategorikan sebagai sebuah penyakit," kata Tyrer.
Beberapa kalangan menduga ada campur tangan pihak farmasi dalam penggolongan penyakit yang sebenarnya dalam dunia medis masuk kategori biasa-biasa saja. Dengan semakin banyak kebiasaan yang digolongkan sebagai sebuah penyakit maka kemungkinan peresepan obat oleh dokter pun semakin tinggi.
"Jika dalam panduan itu disebutkan penyakit hiperseksual sebagai penyakit jenis baru, maka yang akan diuntungkan adalah pihak farmasi. Seperti kita tahu, jika sebuah penyakit baru ditemukan maka perusahaan farmasi akan segera menyiapkan obatnya," ujar Tim Kendall dari the Royal College of Psychiatrists.
"Sebenarnya semua masalah yang berhubungan dengan psikologi dapat menjadi sebuah penyakit, hanya jika hal itu sudah mengganggu kualitas hidup," tambahnya.
Beberapa penyakit yang menimbulkan kontroversi dalam DSM 5 antara lain:
1. Hypersexual disorder (sering berpikir tentang seks)
2. Binge-eating disorder (makan berlebihan untuk menghilangkan stes dan rasa bersalah)
3. Psychosis risk syndrome (stres yang menyebabkan halusinasi, khayalan dan kurang tidur)
4. Pathological gambling (kecanduan berjudi, senang menghabiskan uang untuk sebuah kesenangan)
5. Minor neurocognitive disorder (punya kemampuan otak yang lebih rendah daripada orang seusianya)
(fah/ir)
Psikiater juga menyebut wanita yang sering marah-marah saat menstruasi punya penyakit pre-menstrual dysphoric. Namun para psikiater itu dikritik karena mendefinisikan kebiasaan sehari-hari sebagai sebuah penyakit.
Dalam edisi terbaru panduan psikiatrik yang berjudul 'the fifth Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders' atau DSM 5, para psikiater menggolongkan beberapa kebiasaan sehari-hari sebuah penyakit. Padahal kebiasaan-kebiasaan itu menurut dokter adalah hal yang wajar dalam kehidupan sehari-hari.
Buku panduan yang dikeluarkan oleh American Psychiatric Association itu telah dirancang sejak tahun 1994 namun kini menimbulkan kontroversi karena mengategorikan beberapa kebiasaan yang sebenarnya lumrah menjadi sebuah penyakit.
Selain berpikir seks 20 menit sekali yang dianggap sebagai sebuah penyakit, para psikiater juga menggolongkan beberapa kebiasaan lainnya sebagai sebuah penyakit seperti penyakit kecanduan judi, internet dan lainnya.
Namun kini Peter Tyrer, profesor psikiatrik dari Imperial College London tengah merevisi panduan tersebut. "Jika seorang pria yang tidak bisa berhenti memikirkan seks dikategorikan pecandu seks, maka akan banyak sekali pria yang menderita penyakit itu," kata Tyrer seperti dilansir Independent, Jumat (12/2/1010).
Panduan DSM 5 yang kini tengah disusun revisinya sebenarnya merupakan hasil pemikiran ratusan pakar selama lebih dari satu dekade (10 tahun). Tapi karena menimbulkan kontroversi, maka pakar psikiatrik terpaksa merombaknya.
"Kali ini mereka berjanji hanya memasukkan penyakit berdasarkan fungsi biologisnya. Ruang lingkup penyakit akan diperkecil dan beberapa kondisi tidak akan dikategorikan sebagai sebuah penyakit," kata Tyrer.
Beberapa kalangan menduga ada campur tangan pihak farmasi dalam penggolongan penyakit yang sebenarnya dalam dunia medis masuk kategori biasa-biasa saja. Dengan semakin banyak kebiasaan yang digolongkan sebagai sebuah penyakit maka kemungkinan peresepan obat oleh dokter pun semakin tinggi.
"Jika dalam panduan itu disebutkan penyakit hiperseksual sebagai penyakit jenis baru, maka yang akan diuntungkan adalah pihak farmasi. Seperti kita tahu, jika sebuah penyakit baru ditemukan maka perusahaan farmasi akan segera menyiapkan obatnya," ujar Tim Kendall dari the Royal College of Psychiatrists.
"Sebenarnya semua masalah yang berhubungan dengan psikologi dapat menjadi sebuah penyakit, hanya jika hal itu sudah mengganggu kualitas hidup," tambahnya.
Beberapa penyakit yang menimbulkan kontroversi dalam DSM 5 antara lain:
1. Hypersexual disorder (sering berpikir tentang seks)
2. Binge-eating disorder (makan berlebihan untuk menghilangkan stes dan rasa bersalah)
3. Psychosis risk syndrome (stres yang menyebabkan halusinasi, khayalan dan kurang tidur)
4. Pathological gambling (kecanduan berjudi, senang menghabiskan uang untuk sebuah kesenangan)
5. Minor neurocognitive disorder (punya kemampuan otak yang lebih rendah daripada orang seusianya)
(fah/ir)