Monday, 1 February 2010

Perilaku Anak Tanpa Ayah

Memiliki orangtua lengkap adalah idaman semua anak. Tapi kadang kenyataan yang dijalani tak seperti itu. Lebih banyak anak yang hidup hanya dengan ibunya selama bertahun-tahun. Berbedakah perilaku anak yang hidup tanpa ayah?

Kehidupan anak tanpa ayah ini karena alasan bermacam-macam, seperti kepala keluarga yang berpulang lebih dulu, gugur dalam tugas atau yang menjadi tren saat ini karena perceraian.

Yang lebih banyak disoroti adalah perilaku anak tanpa ayah karena perceraian. Banyak anak yang merasa sedih, frustasi, marah dan takut dalam menghadapi situasi ini.

Seperti dikutip dari parentsworld, sosok ayah bagi anak mewakili lebih dari sekadar pencari nafkah, tapi juga sebagai penyelamat, pelindung, pembimbing dan persahabatan. Sehingga banyak anak yang orangtuanya bercerai melampiaskan emosinya pada perilakunya. Tapi memiliki ayah juga bukan jaminan anak akan patuh.

Saking tingginya tingkat perceraian di Amerika, mulai banyak pertanyaan masih pentingkah peran ayah. Karena lebih banyak yang percaya anak bisa hidup tanpa ayahnya karena ibu telah terbukti menjadi orangtua tunggal (single parent) yang teruji.

Psikolog Ike R. Sugianto, Psi dari Klinik Medikids Greenville, saat dihubungi detikHealth, Minggu (31/1/2010) mengatakan jika anak hanya tinggal bersama ibu maka perilakunya tergantung dari pola asuh sang ibu.

Menurutnya karakter seorang anak tidak bisa ditentukan oleh salah satu faktor saja, karena itu anak yang diasuh oleh orangtua tunggal belum tentu memiliki perilaku yang salah atau menyimpang.

"Sebenanya tidak ada perilaku khas yang membedakan antara anak yang masih memiliki orangtua lengkap atau anak yang hanya memiliki ibu saja. Karena karakter seorang anak tidak bisa dikaitkan dengan satu variabel saja," ujar Ike.

Ike menuturkan hal yang paling mempengaruhi perilaku dari anak adalah bagaimana pola asuh dari ibunya. Jika si ibu terus menekan atau menuntut agar anak bisa melakukan segala hal sehingga tak perlu tergantung pada laki-laki, maka kemungkinan besar anak akan tumbuh menjadi sosok mandiri.

Namun jika ibu terlalu protektif terhadap anaknya, maka ada kemungkinan anak akan tumbuh menjadi sosok yang manja.

"Pola asuh orangtua sangat berperan dalam hal ini. Karena meskipun si anak masih memiliki orangtua yang lengkap tapi si ayah tidak berperan dalam perkembangannya, bisa saja anak memiliki perilaku yang menyimpang," ujar psikolog yang lulus dari UI tahun 1997 ini.

Ike memberikan beberapa tips pola asuh bagi orangtua tunggal, yaitu:

1. Cobalah untuk berdamai dengan dirinya sendiri. Terlepas dari apakah menjadi orangtua tunggal akibat cerai hidup atau meninggal, tapi syukuri segala kondisi yang ada. Bagaimana ibu bisa menolong anaknya kalau ia tidak bisa menolong dirinya sendiri.

2. Memberikan pola asuh yang seimbang antara faktor disiplin dan kasih sayang, sehingga anak nantinya tidak tumbuh menjadi sosok yang emosional, manja atau terlalu sensitif.

3. Anak tetap harus punya figur atau panutan laki-laki dewasa, seperti dari paman, kakek atau gurunya. Hal ini dibutuhkan agar saat anak tumbuh dewasa nanti, anak menjadi tahu bagaimana perilaku dan peran dari seorang laki-laki.

4. Ibu harus tetap mengizinkan anak untuk berkomunikasi dengan ayahnya, jika single parent diakibatkan oleh perceraian. Jika anak belum bisa menerima semuanya, coba bantu anak dengan memberikan beberapa pengertian dan tunggu kesiapan dari anak tersebut.

Diakui Ike sangat berat bagi ibu yang mengasuh anak sendirian maka itu penting menjaga komunikasi terhadap anak sehingga keduabelah pihak tahu apa yang diinginkan agar bisa menjalani hidup dengan normal.
(ver/ir-detik)